Oleh : Jaka Sulaksana, Ph.D
Kopi pernah menjadi salah satu trending topic dalam bulan-bulan terakhir ini. Dimulai dari bom thamrin yang salah satunya meledak di Starbuck Coffee, hingga racun kopi sianida perenggut nyawa yang hingga kini masih dalam pengusutan kepolisian. Terlepas dari apa pun motifnya, kedua peristiwa itu ada kaitannya dengan kopi dan kedai kopi.
Kedai kopi adalah usaha yang jasa utamanya menyediakan kopi atau minuman panas lainnya. Ada ciri-ciri seperti bar, ada juga ciri-ciri seperti restoran tetapi ia berbeda dari sebuah warung. Seperti namanya, ia fokus menyajikan minuman kopi dan makanan ringan. Di pedesaan, dari jaman dahulu, kedai kopi sudah ada dan sudah menjadi salah satu tempat interaksi sosial dari masyarakat, khususnya di malam hari. Di yogyakarta, ada istilahnya angkringan yang hanya buka di malam hari. Di kedai kopi ini lah, orang-orang bersantai dan membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka. Kopi yang disajikan biasanya hanya satu jenis dan dari jenis kopi lokal.
Seiring waktu, tempat dan penyajian kedai kopi mengalami perubahan. Pengaruh dari luar negeri juga berdampak terhadap perubahan ini. Di Amerika, kata Cafe itu sebetulnya diperuntukkanuntuk kedai kopi yang berasal dari bahasa Perancis. Di era tahun 2000-an, di Indonesia mulai bermunculan kedai kopi “modern” di perkotaan. Starbuck cofee sendiri mulai buka di Indonesia pada tahun 2002 dan saat ini sudah punya 147 lokasi yang tersebar di 12 kota besar. Pada era itu, minum di kedai kopi modern ini dianggap sebagai sesuatu yang “mewah” karena harga yang saat itu dianggap relatif mahal. Hanya kalangan atas yang menjadi pelanggan dari kedai kopi tersebut. Tetapi Perubahan terus terjadi, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, menikmati kopi di kedai kopi modern tidak lagi hanya dinikmati oleh kalangan atas, tetapi juga kalangan menengah. Bahkan saat ini, kedai kopi modern sudah merambah ke kota-kota kecil di daerah dengan pengunjung yang beragam. Mereka biasanya kalangan muda seperti mahasiswa atau anak sekolah yang menjadikan kedai kopi untuk berdiskusi atau juga biasanya kelompok anak muda seperti penghobi motor atau mobil tertentu. Kopi yang disajikan adalah kopi lokal Indonesia. Mulai dari kopi gayo, toraja, mandailing dan lain-lain.
Menjamurnya kedai kopi mirip dengan fenomena menjamurnya warung pecel lele di era sepuluh tahun yang lalu. Waktu itu, permintaan akan lele meningkat drastis. Tentu banyak pihak yang diuntungkan, mulai dari peternak lele, pedagang, hingga pemilik warung pecel lele sendiri. Begitu juga dengan kedai kopi, menjamurnya kedai-kedai kopi telah membawa dampak yang besar terhadap permintaan kopi lokal. Berdasarkan informasi dari Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, permintaan kopi dari dalam negeri terus mengalami kenaikan. Kondisi ini membuar eksportir memilih menjual kopi lokal di dalam negeri ketimbang ekspor karena harga di luar ternyata saat ini sedang mengalami penurunan. Tahun ini diperkirakan konsumsi kopi dalam negeri bertambah 100 ribu ton. Tahun yang lalu konsumsi lokal sekitar 250 – 300 ribu ton, dan sekarang diprediksi bisa 300 hingga 350 ribu ton. Andai tidak ada gangguan cuaca lagi ke depan, produksi kopi akan meningkat lebih baik dan mampu memenuhi permintaan yang terus meningkat ini.
Dari fenomena kedai kopi ini, dapat disimpulkan. Pertama, terjadi perubahan gaya hidup di masyarakat kita, terutama di kalangan muda dan menengah. Kopi bukan lagi menjadi kebutuhan tetapi sudah menjadi gaya hidup (lifestyle). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa jika permintaan akan kopi di suatu negara meningkat drastis, dapat dikatakan bahwa hal tersebut adalah dampak dari peningkatan taraf ekonomi di negara tersebut. Begitu juga dengan Indonesia, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, memang terjadi pertumbuhan ekonomi walaupun dalam pemerintahan yang baru sekarang terjadi penyesuaian di awal-awal masa pemerintahannya. Kedua, peningkatan permintaan akan kopi jelas telah membawa berkah bagi para petani kopi. Mereka menjadi lebih semangat untuk terus mengembangkan budidaya kopi. Ketiga, kedai kopi adalah salah satu bentuk usaha penyajian olahan minuman atau makanan dari produk pertanian. Terdapat sisi nilai tambah dalam bisnis ini yang tentunya membawa harga yang lebih baik untuk olahan tersebut. Jika kita lihat para pemilik dan pengelola kedai kopi ini, sebagian besar adalah kawula muda, begitu juga dengan pengunjungnya. Hal ini menandakan bahwa kaum muda pun tertarik untuk terjun menggeluti bisnis olahan pertanian. Femonena ini yang harus bisa ditangkap oleh pengambil kebijakan di bidang pertanian, bahwa jika ingin generasi muda tidak meninggalkan dunia pertanian, maka harus dikembangkan program-program entepreuneurship, dan program-program pengolahan pertanian bagi para pemuda. Semoga ke depan, petani dan pertaniandi Indonesia tetap jaya. (sumber : http://korandesa.id)
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Refleksi : Kopi dan Gaya Hidup. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://mediapendidikanlentera.blogspot.com/2016/10/refleksi-kopi-dan-gaya-hidup.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
lentera pena -
Thursday, October 20, 2016
Belum ada komentar untuk "Refleksi : Kopi dan Gaya Hidup"