Kepercayaan Diri Anak Kita
Manusia yang paling percaya diri (PeDe) adalah
anak-anak. Lihatlah mereka. Tak peduli salah atau benar, mereka bicara dan
ngomong semaunya. Dia bilang a ‘am kalau mau makan, atit kalau sakit, itut
kalau mau ikut. Dengan lancar dan percaya dirinya mereka ucapkan itu semua. Tak
peduli itu salah.
Begitu juga dalam gerakan dan tingkah laku. Tak peduli dengan komentar orang sekitarnya. Mereka meniru orang tuanya shalat, rukuk, sujud dan lain-lain. Berlari, bermain, memegang sesuatu yang kotor, atau bajunya yang kotor dan belepotan, atau pipinya yang belepotan. Semua itu tak pernah membuatnya minder atau rendah diri. Disaat seperti inilah kecerdasannya berkembang, imajinasinya tumbuh dan wawasannya terbuka.
Bagi anak-anak yang terlalu dini masuk sekolah, atau diatur dalam belajar dan beraktifitas yang ketat, maka hal itu sama dengan mempercepat habisnya usia PeDe mereka. Itu sebabnya banyak pakar dan juga pemerintah melarang lembaga PAUD mengajarkan calistung (baca tulis hitung) bagi anak didiknya. Karena pembelajaran seperti itu telah segera membatasi mereka dengan batasan-batasan dan aturan-aturan calistung itu sendiri. Maka khayalan, imajinasi, kreasinya yang seharusnya terus tumbuh, segera terkekang.
Begitu juga dalam gerakan dan tingkah laku. Tak peduli dengan komentar orang sekitarnya. Mereka meniru orang tuanya shalat, rukuk, sujud dan lain-lain. Berlari, bermain, memegang sesuatu yang kotor, atau bajunya yang kotor dan belepotan, atau pipinya yang belepotan. Semua itu tak pernah membuatnya minder atau rendah diri. Disaat seperti inilah kecerdasannya berkembang, imajinasinya tumbuh dan wawasannya terbuka.
Bagi anak-anak yang terlalu dini masuk sekolah, atau diatur dalam belajar dan beraktifitas yang ketat, maka hal itu sama dengan mempercepat habisnya usia PeDe mereka. Itu sebabnya banyak pakar dan juga pemerintah melarang lembaga PAUD mengajarkan calistung (baca tulis hitung) bagi anak didiknya. Karena pembelajaran seperti itu telah segera membatasi mereka dengan batasan-batasan dan aturan-aturan calistung itu sendiri. Maka khayalan, imajinasi, kreasinya yang seharusnya terus tumbuh, segera terkekang.
Itulah sebabnya, usia kanak-kanak sampai 7 tahun adalah usia memaksimalkan bermain sambil belajar. Jangan sampai terbalik. Jangan pula sampai terpangkas waktunya. Ibarat kupu-kupu yang cantik dan sayapnya yang indah, punya waktu tertentu dalam kepompong untuk mengokohkan tulang-tulangnya.
Pada saat yang cukup dan tepat, kepompong akan robek dan sayap pun akan segera bisa terbang mengepak dengan kuat. Kalau dibantu merobek kepompong sebelum waktunya, agar kupu-kupu cepat keluar, maka sayapnya belum terlalu kuat utk mengepak dan terbang. Kemudian sayap tsb terlanjur cepat menua diluar sebelum menjadi kupu-kupu dewasa.
Kalau ada anak-anak kita yang cepat jenuh belajar di SD atau SMP, barangkali (mungkin) ada faktor “ketercepatannya” usia PeDe mereka berakhir. Wallahu a’laa wa a’lam. (oleh Ustadz Irsyad Safar, Sumber: Islamedia.web.id )
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Parenting . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://mediapendidikanlentera.blogspot.com/2014/12/parenting.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
lentera pena - Wednesday, December 31, 2014
Belum ada komentar untuk "Parenting "