media pendidikan LENTERA

Menebar Spirit, Edukasi & Inspirasi

Monday, March 13, 2017

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN IBU DAN ANAK

Pada KIA penjamunya adalah ibu, bayi, dan anak balita. Maka kondisi ibu, termasuk ibu hamil, bayi dan balita harus sehat jasmani rohani dan sosialnya. Hal itu bisa dicapai dengan pemenuhan gizi, dan berbagai perilaku sehat lainnya seperti olahraga, perilaku hidup bersih dan sehat, dan lain-lain. Lingkungan hidup akan sangat berkaitan dengan lingkungan dalam rumah tangga secara fisik, biotik, sosial dan psikologis dari ibu, ayah, anak, tetangga, dan lainnya. A. Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Balita Angka kematian Ibu Indonesia 50/hari. Meski telah mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, namun hingga saat ini Angka Kematian Ibu (Maternal mortality Rate) di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara yakni 307/100.000 kelahiran hidup yang berarti 50 ibu meninggal setiap hari karena komplikasi persalinan dan saat melahirkan, itu menurut data tahun 2003. Namun pada tahun 2005 angka tersebut mengalami penurunan menjadi 290,8/100.000 kelahiran hidup. Tapi kondisi itu tetap tidak merubah status indonesia sebagai negara dengan Angka kematian Ibu tertinggi di Asia Tenggara. Menteri kesehatan mengatakan guna menurunkan angka kematian ibu menjadi 226/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah menyiapkan 4 strategi pokok yakni penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. Mendekatkan akses keluarga miskin dan rentan terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, serta meningkatkan surve dan pembiayaan di bidang kesehatan. Terkait dengan pendanaan pemerintah mengalokasikan dana Rp 80 milyar untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. USAID atau United States Agencynfor International Development memberikan bantuan untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia berupa bantuan dana dan pendampingan teknis dalam program kesehatan ibu, bayi dan anak melalui Health Services Program (HSP). Selain yang tersebut di atas, the voice the Amerika memberitakan tentang Negara - negara miskin di dunia sebagai berikut : Laporan terkini dari LSM save the children menggambarkan gabungan potret usaha global untuk melindungi nyawa ibu dan anak balita (bawah 5 tahun), walaupun beberapa negara di Afrika telah membuat banyak kemajuan dalam tahun - tahun terakhir, namun ternyata beberapa Negara Afrika lainnya berada hampir pada tingkat terbawah di antara 140 negara yang disurvey. Dari Washington, AS wartawan VOA William Eagle melaporkan, di bagian bawah indeks adalah Negara sub sahara yang tertinggi di dunia dalam angka kematian ibu dan bayi – Etiopia, Eritrea, Angola, guinea - bissau, chad, sierra leone, Yaman dan Djibouti. Nigeria adalah yang terakhir. Untuk beberapa Negara, seperti Nigeria, Angola dan republic Demokratik kongo, angka yang tinggi juga mencerminkan jumlah penduduk mereka yang tinggi. Mereka bergabung degan 10 negara besar lain, termasuk china dan India, yang bila digabungkan mempunyai lebih dari separuh kematian ibu dan anak. Perang juga bertanggung jawab terhadap angka kematian yang tinggi di negara lain, termasuk Sierra Leonne, Pantai Gading dan Liberia. 80 % kematian anak balita di Afrika disebabkan oleh malaria, diare, pneumonia dan kelainan sejak lahir. Di sebagian besar Negara di Afrika termasuk Botswana, Zimbabwe dan Swaziland, ternyata AIDS juga menjadi pembunuh utama pada anak balita dan inilah yang menjadi alasan utama mengapa Negara-negara ini belum mampu menurunkan angka kematian anak. Di antara Negara-negara yang tingkat kematian ibu dan bayinya ditemukan lebih buruk dibandingkan 15 tahun yang lalu adalah Botswana, Zimbabawe, dan Swaziland. Untuk Negara-negara ini, penyakit adalah faktor yang bermakna terhadap buruknya tingkat hidup mereka. Mieke Kiernan, direktur komunikasi save the children di Washington, AS berbicara tentang Zimbabwe. “Angka kematian telah meningkat sebanyak 65 persen sejak 1990,” dia mengatakan” sebagian besar terkena HIV/AIDS. Kita mempunyai 1 di antara delapan anak yang meninggal sebelum mereka mencapai ulang tahunnya yang ke 5 dizimbabwe, lebih dari 40 persen dari kematian ini diakibatkan oleh AIDS. Zimbabwe, Afrika selatan, Botswana dan Swaziland adalah Negara di mana kita melihat HIV/ADIS melwebihi kemampuan prasarana untuk mendukung anak balita. Hal semacam ini sudah biasa di seluruh Afrika. Kinerja ekonomi tidak selalu menunjukan layanan kesehatan terganggu oleh pandemi AIDS yang menyebar di banyak tempat di Afrika bagian selatan. Demikian halnya, angka kematian ibu dan bayi tetap tinggi di negara penghasil minyak, termasuk Nigeria, Angola, dan guinea ekuatorial. Tetapi Kiernan mengatakan bahwa keinginan politis akan berdampak besar terhadap Negara termiskin, termasuk Malawi. Dia mengatakan Malawi adalah cerita keberhasilan yang luar biasa dari Negara yang terbatas sumber daya nya, yaitu sebuah Negara yang sudah berfokus untuk ikut berperan did alamnya. Pendapatan perkapita (GNP) di Malawi kira-kira 650 dolar AS perorang, namun mereka telah melihat 43 persen penurunan angka kematian anak balita dalam 15 tahun terakhir ini. Melawi telah mengambil beberapa langkah untuk menjadikan kesehatan ibu dan bayi sebagai prioritas utama mulai dari presiden sehingga jajaran dibawah. Mereka melakukan hal yang paling mendasar yang dapat ditiru oleh banyak Negara. Di antara langkah yang mendasar ini adalah membagikan kelambu untuk melindungi ibu dan anak yang terinfeksi malaria, menyediakan perawatan kesehatan untuk ibu sebelum melahirkan dan memastikan bahwa seluruh masyarakat memiliki akses pada suplemen gizi seperti vitamin A yang membantu menjaga melawan kekurangan gizi dan zink atau ZN serta oralit untuk menghentikan diare. Mereka juga dapat memastikan agar anak diimunisasi terhadap cacar dan penyakit - penyakit anak lainnya. Indikator Kesehatan Ibu Hamil dan Hasil Konsepsi Indicator paling penting bagi kesehatan ibu hamil adalah angka kematian ibu (AKI/ maternal mortality rate/ MMR). Indicator paling penting terhadap hasil konsepsi pada masa kehamilan adalah angka kematian perinatal. Kematian ibu hamil atau kematian maternal adalah terjadinya kematian pada ibu karena kehamilan, persalinan dan masa nifas. Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu hamil di suatu daerah tertentu selama 1 tahun dalam 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan mengenai kegunaan mengetahui informasi mengenai tingginya MMR/AKI adalah : a. Untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi, terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas resiko tinggi. b. Untuk menyiapkan program peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan, dalam koridor KB atau keluarga berencana yang berpedoman untuk mencapai norma keluarga kecil bahagia sejahtera. c. Untuk penyiapan system rujukan dalam penanganan komplikasi kehamilan. d. Untuk melaksanakan persiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan meningkatkan derajat kesehatan reproduksi. Kematian perinatal adalah terjadinya kematian saat dilahirkan atau disebut juga lahir mati serta kematian bayi selama minggu pertama kehidupan. Angka kematian perinatal adalah jumlah lahir mati dan bayi mati dalam minggu pertama dalam 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil SDKI (survey demografi kesehatan Indonesia) 2002-2003 angka kematian ibu adalah 307/100.000 kelahiran hidup. Dalam SDKI tahun 1994 disebutkan bahwa angka kematian ibu adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 40 per 1000 kelahiran hidup. Sementara ada variasi yang terendah di Indonesia, yakni di Yogyakarta (130 per 100.000 kelahiran hidup) sedangkan tertinggi di Nusa Tenggara Barat (1340 per 100.000 kelahiran hidup). Angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Perinatal (AKP) yang masih tinggi itu telah lama mengundang perhatian pemerintah. Menurut hasil berbagai survey, AKI di Indonesia saat ini berkisar antara 300 dan 400 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI di negara maju hanya sekitar 10 per 100.000 kelahiran hidup. AKI yang tinggi di Indonesia menunjukkan masih buruknya tingkat kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pemerintah sejak kemerdekaan melakukan berbagai kebijakan meliputi perbaikan akses dan kualitas pelayanan kesehatan untuk ibu dan bayi baru lahir, seperti pelatihan dukun bayi, pengembangan klinik kesehatan ibu dan anak, pembangunan rumah sakit, pengembangan puskesmas, pengembangan pondok bersalin desa, dan pos pelayanan kesehatan terpadu atau posyandu, pendidikan dan penempatan bidan di desa, dan penggerakan masyarakat untuk menyelamatkan ibu hamil dan bersalin, namun demikian hasil dari berbagai upaya tersebut di atas belum menggembirakan. AKI yang masih tinggi dengan penurunan lambat merupakan fenomena di banyak negara berkembang. Situasi yang memperihatinkan ini mendorong kelahiran IMMPACT yang merupakan akronim dari initiative for mortality programme assessment. IMMPACT merupakan suatu inisiatif riset global dengan tujuan menemukan strategi penurunan kematian ibu yang cocok dalam arti efektif dan kos-efektif berdasarkan bukti dengan konteks social budaya di banyak negara berkembang, dan menilai kelayakan strategi dalam mendorong pemerataan dan kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Sejauh ini program IMMPACT telah dilakukan di tiga negara, yaitu : Ghana dan Burkina Faso di Afrika, dan Indonesia. Di Indonesia program IMMPACT dilakukan di dua kabupaten yaitu di Provinsi Banten, yaitu di Kabupaten Serang dan Kabupaten Padeglang. Penetapan kedua lokasi ini dilakukan setelah dilakukan studi banding di 8 lokasi potensial meliputi Kabupaten Tanggerang, Kabupaten Serang, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Pemalang. Pemilihan lokasi dilakukan atas pertimbangan, antara lain : variasi aspek yang terkait dengan kesehatan ibu (geografis, pelayanan kesehatan, dan sosio demografi), keberadaan program penyelamatan ibu dengan strategi making pregnancy safer (MPS) dan program terkait lain, angka kematian dan keehatan yang belum optimal, kepemimpinan dan komitmen kabupaten, akses dengan institusi penelitian, dan ketersediaan data. Strategi program IMMPACT dimulai dengan pengembangan instrument sebagai alat evaluasi strategi upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir, mengidentifikasi upaya yang layak evaluasi, penelitian evaluasi dan pada akhirnya penemuan strategi yang efektif dan kos-efektif dengan konteks social budaya Indonesia. Program IMMPACT direncanakan akan berjalan selama 7 tahun. Sejak pencanangan bulan mei 2003, IMMPACT telah merancang dan menguji-cobakan teknik pengumpulan data yang dibutuhkan untuk evaluasi strategi upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir di fasilitas pelayanan kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) dan di masyarakat. B. Faktor Resiko Terjadinya Masalah Kesehatan Faktor-faktor resiko untuk ibu hamil diklasifikasi: 1. Faktor-faktor reproduksi a. Usia b. Paritas c. Kehamilan yang tak diinginkan 2. Faktor-faktor akibat komplikasi kehamilan a. Perdarahan pada abortus spontan b. Kehamilan ektopik c. Perdarahan pada trimester 3 kehamilan d. Perdarahan postpartum e. Infeksi pada saat nifas f. Gestosis g. Distosia h. Abortus propokatus 3. Faktor-faktor pelayanan kesehatan a. Kesulitan memperoleh pelayanan kesehatan maternal b. Asuhan medis yang kurang baik c. Kekurangan tenaga terlatih dan obat - obatan esensial 4. Faktor-faktor sosial budaya a. Kemisikinan sehinnga tidak mampu membayar pelayanan yang baik b. Ketidaktahuan c. Kesuliatan transportasi d. Status wanita yang rendah dan merasa rendah diri e. Pantang makan tertentu saat hamil. Faktor-faktor resiko untuk balita adalah : 1. Peranan nutrisi yang kurang sehat karena : a. Kemisikinan b. Ketidak tahuan 2. Perilaku tidak sehat misalnya : a. Tempat dan bahan permainan yang kotor dan berbahaya contoh: 1) Mandi di sungai yang kotor 2) Bermain diatas tanah tanpa alas kaki serta bermain tanah kotor atau bermain ditempat yang kotor 3) bahan permainan yang tajam atau berbahaya, miisalnya permainan kendaraan, kapal mainan, dan lain-lain secara tradisional dengan bahan yang tajam 4) bermain tanpa memperhatikan waktu dan kondisi udara yang panas terik. 5) membeli makanan dan kue dijalanan yang tidak higinis dan mengandung bahan berbahaya dan beracun, (B-3)seperti dawet dan air mentah, minuman dengan pewarna yang mengandung bahan berbahaya dan lain-lain. b. Membersihkan gigi tidak memperdulikan waktu dan cara bersikat gigi yang benar. DAFTAR PUSTAKA Azwar, A., 1999. Epidemiologi, Edisi Revisi, P.T. Binarupa Aksara, Jakarta. Budi, E., dan Anggraeni, D., Epidemiologi, edisi 2, EGC, Jakarta. Bustan, 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta Bustan. Entjang, 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti Gordis L, Epidemiology, USA, Penerbit Elsevier. Greenberg RS et al, 2001. Medical Epidemiology, New York, McGraw Hill. Leon, G., 2000. Epidemiology, 2nd ed, Sounders Company, Philadelphia. Morton RF, Hebel JR, Mc Carter RJ, 2009. Panduan Studi Epidemiologi dan Biostatistika, ed 5. Alih Bahasa : Apriningsih, Jakarta, EGC. Murti B. Prinsip dan Metode Riset Epidemiolog, Yogyakarta , Gadjah Mada University Press. Myrnawati, 2000. Epidemiologi, IKM FK YARSI Jakarta. Noor, 1997. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular, Jakarta, PT. Rineka Cipta Notoatmojo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip Prinsip Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta. Rothman KJ et al. Epidemiologi Modern (terjemahan). Penerbit Pustaka Nusatam. Soemirat, Juli, 2000. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Subari, Heru dkk, 2004. Manajemen Epidemiologi, Yogyakarta, Media Presindo.
Add Comment lentera pena

YANG PERLU KITA TAHU TENTANG "KELUARGA"


Berikut definisi keluarga menurut beberapa ahlil (Andarmoyo S, 2012) 1. Bailon dan Malagya (1978), keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu sama lainnya, mempunyai peran masing-masing menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. 2. Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang berkumpul dan tinggal di satu tempat di bawah satu atap dan keadaan saling ketergantungan. 3. Duvall (1986), keluarga merupakan sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. 4. WHO (1969), keluarga adalah sekumpulan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Dari beberapa pengertian tentang keluarga maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah: 1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi. 2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika berpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain. 3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial,: suami, isteri, anak, kakak, adik. 4. Mempunyai tujuan; menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota. B. Tahap-tahap Pembentukan Keluarga 1. Tahap pembentukan keluarga Tahap ini dimulai dari pernikahan, yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. 2. Tahap menjelang kelahiran anak Tugas utama keluarga untuk mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan. 3. Tahap menghadapi bayi Dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepada anak karena pada tahap ini bayi kehidupannya sangat bergantung kepada orang tuanya. Dan kondisinya masih sangat lemah. 4. Tahap menghadapi anak prasekolah Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi sangat rawan dalam masalah kesehatan karena tidak mengetahui mana yang kotor dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya, dsb. 5. Tahap menghadapi anak sekolah Dalam tahap ini tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas di sekolah anak dan meningkatkan pengetahuan umum anak. 6. Tahap menghadapi anak remaja Tahap ini adalah tahap yang paling rawan, karena dalam tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan. 7. Tahap melepaskan anak ke masyarakat Setelah melalui tahap remaja dan anak telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga. 8. Tahap berdua kembali Setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress. 9. Tahap masa tua Tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini. C. Tipe-tipe Keluarga 1. Tradisional a. Nuclear Family atau Keluarga Inti Ayah, ibu, anak tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah. b. Reconstituted Nuclear Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami atau istri. Tinggal dalam satu rumah dengan anak-anaknya baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. c. Niddle Age atau Aging Cauple Suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah atau perkawinan / meniti karier. d. Keluarga Dyad / Dyadie Nuclear Suami istri tanpa anak. e. Single Parent Satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. f. Dual Carrier Suami istri / keluarga orang karier dan tanpa anak. g. Commuter Married Suami istri / keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu. h. Single Adult Orang dewasa hidup sendiri dan tidak ada keinginan untuk kawin. i. Extended Family 1, 2, 3 geneeasi bersama dalam satu rumah tangga. j. Keluarga Usila Usila dengan atau tanpa pasangan, anak sudah pisah. 2. Non Tradisional a. Commune Family Beberapa keluarga hidup bersama dalam satu rumah, sumber yang sama, pengalaman yang sama. b. Cohibing Coiple Dua orang / satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin. c. Homosexual / Lesbian Sama jenis hidup bersama sebagai suami istri. d. Institusional Anak-anak / orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti. e. Keluarga Orang tua (pasangan) yang tidak kawin dengan anak.
Add Comment lentera pena

SEPERTI APAKAH ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS ?


A. Asuhan Antenatal 1. Hal-hal yang perlu diperhatikan a. Melakukan anamnesa secara lengkap b. Melakukan pemeriksaan yang diperlukan seperti : pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetri dan pemeriksaan penunjang pada ibu hamil c. Menggunakan seluruh keterampilan bidan bukan hanya untuk memberi asuhan pada keadaan fisik normal tetapi juga membantu ibu beradaptasi dengan perubahan karena kehamilan dan kesiapan menjadi ibu. d. Mendorong ibu untuk membicarakan tentang perasaan, kecemasannya dengan suasana yang mendukung dan terjamin kerahasiaannya e. Memberikan konseling sesuai kebutuhan seperti konseling tentang : persiapan persalinan, tanda bahaya kehamilan, hubungan seksual selama kehamilan f. Memberikan edukasi tentang IMD dan ASI eksklusif serta KB g. Memberikan edukasi tentang KB (KB pasca bersalin) h. Yakinkan bahwa ibu berada dalam kondisi aman untuk bersalin di rumah bersalin/pondok bersalin. i. Memberikan edukasi tentang asupan gizi selama kehamilan j. Memberikan suplemen tablet fe dan suntikan TT k. Mendorong ibu untuk melakukan kunjungan ANC (antenatal care) minimal 4 kali l. Memberikan buku KIA disertai penjelasannya m. Jika memungkinkan selama kehamilannya ibu dapat bertemu dengan semua bidan yang akan menolongnya di kamar bersalin dan postpartum n. Bidan melakukan penanganan awal kegawatdaruratan o. Bidan merujuk ke fasilitas kesehatan yang lengkap bila ada komplikasi p. Melakukan pendokumentasian terhadap semua asuhan yang diberikan. 2. Penyebab ibu tidak ANC a. Kurang pengetahuan dan pendidikan b. Kurang motivasi c. Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang kurang mendukung d. Fasilitas kesehatan yang sulit diakses 3. Upaya mengatasi rendahnya ANC a. Memberikan penyuluhan tentanng pentingnya ANC b. Melakukan kunjungan rumah c. Mengindentifikasi masalah tidak ANC dan mencari pemecahanya d. Membantu ibu untuk merencanakan upaya-upaya pemecahan selanjutnya e. Berkerjasama dengan karder, tokoh masayarakat untuk memotivasi ibu hamil dan keluarga agar peduli terhadap kehamilanyan. 4. Pelaksanaan ANC di rumah a. Bidan harus mempunyai data keberadaan ibu hamil di wilayah kerjanya. b. Bidan mengindentifikasi budaya, tradisi yang ada di lingkungan ibu hamil, baik yang mendukung atau yang menghambat kesehatan. c. Bidan mengidentifikasikan apakah ibu hamil memeriksakan kehamilanya dengan teratur dan baik. d. Sebelum ke rumah klien, bidan menentukan dulu kapan bisa berkunjung (kontrak waktu : tanggal, hari dan jam), diusahakan tidak mengganggu aktivitas ibu hamil dan keluarga. e. Saat kunjungan rumah lakukan pemeriksaan sesuai standar, kemudian mengindentifikasikan lingkungan rumah bila ibu mempunyai rencana untuk melahirkan di rumah. f. Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan sesuai dengan kebutuhan termasuk dalam persiapan menghadapi komplikasi dan kegawatdaruratan (P4K/ program persiapan persalinan dan penanganan komplikasi). g. Mempersiapkan ibu dan suami untuk menjadi orangtua. h. Penyuluhan dan konseling untuk persalinan dan penanganan komplikasi. Perencana kontrasepsi, pelaksanaan inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI. 5. Perlengkapan kerja bidan Mengacu pada standar yang berlaku dengan mempertimbangkan kebutuhan klien dan tempat pelayanan. Pemilihan tempat dan penolong persalinan Yang harus diperhatikan : a. Pemantauan tempat dan penolong persalinan ditentukan oleh ibu dan keluarga sesuai dengan kondisi : 1) Riwayat kesehatan dan kebidanan yang lalu 2) Keadaan kehamilan saat ini 3) Pengalaman melahirkan sebelumnya 4) Ketersediaan tempat tidur, kondisi rumah, air bersih dan lain-lain 5) Akses terhadap fasilitas rujukan b. Memastikan ibu merasa aman dan nyaman selama proses persalinan c. Mengorientasikan ibu ke tempat persalinan sesuai pilihannya. 6. Persiapan persalinan Pada hakikatnya, antenatal care yang dilakukan seseorang bidan adalah agar bersama–sama dengan ibu hamil dan suami/keluarganya membuat perencanaan persalinan untuk menjamin terlaksananya persalinan yang bersih dan aman. Dalam perencanaan tersebut perlu juga disertakan perencanaan menggunakan alat kontrasepsi pasca persalinan. Hal-hal penting yang perlu didiskusikan dengan ibu dan keluarganya, yaitu : a. Membuat perencanaan persalinan yang perlu ditetapkan: 1) Tempat persalinan 2) Tenaga penolong persalinan (bidan atau dokter) 3) Bagaimana menjangkau tempat persalinan 4) Siapa yang akan menjangkau tempat persalinan 5) Besarnya biaya persalinan yang dibutuhkan dengan cara memperolehnya 6) Siapa yang akan mengurus keluarga saat ibu tidak di rumah 7) Apakah rencana metode kontrasepsi pasca persalinan b. Membuat rencana pengambilan keputusan penanganan kasus kegawatdaruratan termasuk pengambilan keputusan jika pengambil keputusan utama dalam keluarga tidak ada di tempat. Yang perlu dibicarakan : 1) Siapa yang membuat keputusan tentang rujukan ibu kalau diperlukan 2) Siapa pengambil keputusan utama dalam keluarga 3) Siapakah yang boleh mengambil keputusan jika pengambilan keputusan utama dalam keluarga tidak ada di tempat saat terjadi kasus gawat daruratan c. Mengatur sistem transportasi jika terjadi kasus kegawatdaruratan. Perencanaan ini perlu dipersiapkan lebih awal selama kehamilan: 1) Di manakah ibu akan melahirkan (Polindes, rumah sakit, rumah bersalin) 2) Bagaimana caranya menjangkau tingkat layanan yang lebih lengkap jika terjadi gawat darurat 3) Ke fasilitas kesehatan manakah sang ibu harus dirujuk 4) Bagaimana caranya meperoleh donor darah yang pontensial d. Membuat rencana tabungan. Pihak keluarga harus didorong untuk menabung dana yang dibutuhkan untuk dapat kehamilan dan kasus kegawatdaruratan. Banyak ibu-ibu yang tidak mau mencari pertolongan lanjutan atau dirujuk karena tidak memiliki dana yang cukup. Bidan perlu mengupayakan dibentuknya suatu sistem untuk mendukung upaya menyelamatkan ibu hamil atau melalui seseorang di lingkungan tersebut yang mengorganisir pengadaan dukungan finasial untuk ibu jika diperlukan, misalnya dalam bentuk “tabungan ibu bersalin” ( tabulin ). e. Menyiapkan peralatan untuk melahirkan. Seorang ibu dan keluarganya dapat menyiapkan persalinannya secara bersama-sama menyiapkan peralatan seperti popok atau baju, sabun dan pakaian mandi yang bersih, kain untuk bayi, dan disimpan sebagai persiapan untuk persalinan. f. Memfasilitasi ibu dan keluarga untuk mendapatkan jaminan pelayanan kesehatan. 7. Standar pelayanan minimal (SPM) a. Standar Antenatal Alat Standar peralatan dalam asuhan antenatal meliputi peralatan steril dan tidak steril, bahan-bahan habis pakai, formulir yang disediakan dan obat-obatan. 1) Peralatan tidak steril - Timbangan BB - pengukur TB - Tensi meter dan stetoskop - Thermometer dan alat pengukur - Senter - Reflek hammer - Pita pengukur LILA - Metline - Pengukur HB - Bengkok - Handuk kering - Tabung urine - Lampu spiritus - Tempat sampah 2) Peralatan steril - Bak instrument - Spatel lidah - Sarung tangan - Spuit dan jarum 3) Bahan-bahan habis pakai - Kassa bersih - Kapas - Alkohol 70% - Larutan klorin 4) Formulir yang disediakan - Buku KIA - Kartu status - Formulir rujukan - Buku register - ATK - Kartu penapisan dini - Kohort ibu/bayi 5) Obat-obatan - Golongan roborantia (vit B6 dan B kompleks) - Vaksin TT - Kapsul yodium - Obat KB b. Standar antenatal tempat - Rumah terbuat dari tembok - Lantai keramik - Ruang tempat periksa 2 x 3 meter - Ruang perawatan - Dapur - Kamar mandi - Ruang cuci pakaian/alat - Ruang tunggu - Wastafel - Tempat sampah dan tempat parker B. Asuhan Intranatal 1. Standar pelayanan minimal (alat). Perlengkapan yang harus disiapkan oleh keluarga untuk melakukan persalinan di rumah. a. Persiapan untuk pertolongan persalinan 1) Tensimeter 2) Stetoskop 3) Monoaural 4) Jam yang mempunyai detik 5) Termometer 6) Partus set 7) Heacting set 8) Bahan habis pakai (injeksi oksitosin, lidokain, kapas, kasa, detol/lisol) 9) Set kegawatdaruratan 10) Bengkok 11) Tempat sampah basah, kering dan tajam 12) Alat –alat proteksi diri 2. Standar pelayanan minimal (tempat). Ruangan atau lingkungan di mana proses persalinan akan berlangsung harus memiliki : a. Tersedia ruangan yang bersih dan layak b. Terdapat sumber air bersih, air panas dan air dingin c. Tersedianya penerangan yang baik, ranjang sebaiknya diletakan di tengah -tengah ruangan agar mudah didekati dari kiri maupun kanan dan cahaya sedapat mungkin tertuju pada tempat persalinan. d. Terdapat fasilitas telepon yang bisa diakses untuk menghubungi ambulan jika diperlukan saat melakukan rujukan atau tersedianya mobil yang bisa digunakan saat diperlukan untuk merujuk. 3. Standar pelayanan kebidanan a. Asuhan saat persalinan. Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadahi, dengan memperhatikan kebutuhan klien, selama proses persalinan berlangsung. b. Persalinan yang aman. Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat. c. Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat. Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap. d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi. Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan, diikuti dengan penjahitan perineum 4. Persiapan Bidan Sampai saat ini belum ada pendidikan khusus untuk menghasilkan tenaga bidan yang bekerja di komunitas. Di Indonesia, pendidikan bidan yang ada sekarang diarahkan untuk menghasilkan bidan yang mampu bekerja di desa. Bidan yang bekerja di desa, Puskesmas, maupun Puskesmas pembantu dilihat dari tugas-tugasnya berfungsi sebagai bidan komunitas. Persiapan bidan dalam memberikan asuhan intranatal di komunitas adalah harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya terutama dari segi kompetensi, sehingga dapat memberikan pelayanan persalinan yang bersih dan aman serta tahu saat yang dapat untuk merujuk kasus-kasus kegawatdaaruratan. Dengan demikian bisa menyelamatkan ibu dan bayi dan dapat menurunkan AKI. Persiapan bidan meliputi : a. Menilai secara tepat bahwa persalinan sudah dimulai, kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan kebutuhan ibu selama proses persalinan. b. Mempersiapkan ruangan yang hangat dan bersih serta nyaman untuk persalinan dan kelahiran bayi. c. Persiapan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan dan pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang diperlukan serta dalam keadaan siap pakai pada setiap persalinan dan kelahiran bayi. d. Mempersiapkan persiapan rujukan bersama ibu dan keluarganya. Karena jika terjadi keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas yang lebih memadai dan membahayakan keselamatan ibu dan bayinya. Apabila itu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi asuhan yang telah diberikan. e. Memberikan asuhan sayang ibu, seperti memberi dukungan emosional, membantu pengaturan posisi ibu, memberikan cairan dan nutrisi, memberikan keleluasan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur, serta melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan teknik pencegahan infeksi. 5. Persiapan ibu dan keluarga Persalinan adalah saat yang menegangkan bahwa dapat menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu. Upaya untuk mengatasi gangguan emosional dan pengalaman yang menegangkan dapat dilakukan dengan asuhan sayang ibu selama proses persalinan. Adapun persiapan ibu dan keluarga di antaranya: 1) Waskom besar 2) Tempat/ember untuk penyediaan air 3) Kendil atau kwali untuk ari-ari 4) Tempat untuk cuci tangan (air mengalir) + sabun + handuk kering 5) Satu kebaya (daster) 6) Dua kain panjang, satu untuk ibu dan satu untuk ditaruh diatas alas plastik atau karet. 7) BH menyusui 8) Pembalut 9) Satu handuk 10) Sabun 11) Dua waslap 12) Perlengkapan pakaian bayi 13) Selimut bayi 14) Kain halus atau lunak untuk mengeringkan dan membungkus bayi. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten seperti dokter spesialis kandungan dan bidan. Keunggulan pertolongan persalinan di bidan praktik mandiri (BPM) : Keunggulan: 1) Suasana rileks dan bersahabat 2) Pelayanan kesinambungan 3) Lebih diterima ibu dan keluarga 4) Mudah memperoleh fasilitas emergency Kelemahan 1) Keterbatasan alat-alat untuk mengatasi komplikasi 2) Lebih mahal Persalinan di fasilitas kesehatan/BPM : 1) Sejak awal kehamilan, rencana persalinan sudah dibicarakn lebih rinci pada akhir kehamilan. 2) Pasien dapat melihat tempat di mana dia merencanakan akan bersalin. Perlengkapan peralatan disiapkan keluarga dan ibu : 1) Untuk pertolongan persalinan seperti :selimut,pakaian ganti,pemblut. 2) Untuk bayi :handuk,pakaian,topi, dan selimut Tindakan dalam menghadapi kasus kegawatdaruratan: 1) Stabilisasi kondisi klien 2) Lakukan rujukan dengan tepat dan cepat 3) Menggunakan prinsip BAKSOKUDA : a. B (BIDAN): pastikan ibu/bayi didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan. b. A (ALAT) : bawa alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan seperti spuit, infus set, tensimeter dan stetoskop c. K (KELUARGA) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir klien dan alasan mengapa ia dirujuk. d. S (SURAT) : beri surat ketempat rujukan yang berisi identifikasi klien, alasan rujuk, uraian hasil rujukan, asuhan atau obat-obatan yang telah diterima ibu. e. O (OBAT) : bawa obat-obatan esensial yang diperlukan selama perjalanan merujuk f. K (KENDARAAN) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan klien dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu yang cepat g. U (UANG) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yag cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempat rujukan h. DA (DARAH) : siapkan donor darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi darah apabila terjadi perdarahan 4) Melibatkan keluarga dan masyarakat dalam proses rujukan Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pertolongan persalinan (dalam bentuk catatan atau tulisan) : a) Keluarga harus tahu dengan tepat kapan dan bagaimana menghubungi bidan b) Keluarga sebaiknya pernah bertemu dengan bidan dan mengetahui cara mencapai tempat bidan c) Bidan sebaiknya melakukan kunjungan untuk mengkaji situasi untuk mengantisipasi bila bidan dipanggil oleh klien secara mendadak d) Bidan memberi informasi tentang tanda pasti persalinan e) Selalu memberikan dukungan emosional dan fisik termasuk mengatasi nyeri persalinan, suami pasien dapat dilibatkan untuk melakukan massage punggung ibu dan membantu mengubah posisi, memberikan kompres air hangat atau dingin. f) Observasi kondisi ibu dan bayi untuk melihat kemajuan persalinan dan kondisi abnormal agar persalinan berlangsung normal g) Perencanaan persalinan dan kelahiran dibicarakan secara rinci sebelum persalinan antara bidan , ibu hamil dan keluarga h) Bila ada hal yang mungkin dapat menimbulkan komplikasi selama persalinan normal sebaiknya dibicarakan sesama keluarga, terutama dalam menghadapi kasus kegawatdaruratan i) Bidan sebaiknya selalu siap untuk dipanggil secara mendadak untuk menolong persalinan dan situasi emergency j) Alat-alat dan obat harus selalu dicek tanggal kadaluarsa dan fungsinya. k) Bidan melakukan asuhan persalinan sesuai standar l) Bidan selalu memperhatikan aspek tradisi dan budaya yang berlaku dan mendorong tradisi atau budaya yang bermanfaat serta memberikan pengertian terhadap budaya atau tradisi yang tidak bermanfaat C. Asuhan Postpartum Postpartum adalah masa pemulihan alat reproduksi setelah proses persalinan (2 jam setelah kala IV sampai 6-8 minggu kemudian). Kunjungan rumah diberikan 2 minggu postpartum dan dilanjutkan minggu ke-4 sampai ke-6. 1. Standar Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas (Standar 15) a. Tujuan Memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif. b. Pernyataan Standar Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua dan minggu keenam setelah persalinan, untuk membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang benar, penemuan dini penanganan atau rujukan komplikasi yang mungkin terjadi pada masa nifas, serta memberikan penjelasan tentang kesehatan secara umum, kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan BBL pemberian ASI, imunisasi dan KB. c. Syarat kunjungan rumah 1) Sistem yang berjalan dengan baik agar ibu dan bayi mendapatkan pelayanan pasca persalinan dari bidan terlatih sampai dengan 6 minggu setelah persalinan, baik di rumah, Puskesmas atau rumah sakit. 2) Bidan telah dilatih dan terampil dalam perawatan nifas, termasuk pemeriksaan ibu dan bayi dengan cara yang benar, membantu ibu untuk memberikan ASI, mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan bayi pada masa nifas, penyuluhan dan pelayanan KB/penjarangan kelahiran. 3) Bidan dapat memberikan pelayanan imunisasi atau bekerja sama dengan juru imunisasi di Puskesmas atau fasilitas kesehatan terdekat. 4) Tersedia vaksin, alat suntik, tempat penyimpanan vaksin dan tempat pembuangan benda tajam yang memadai. 5) Tersedianya tablet besi dan asam folat. 6) Tersedia alat/perlengkapan, misalnya untuk membersihkan tangan, yaitu sabun, air bersih, dan handuk bersih, sarung tangan bersih/DTT. 7) Tersedia kartu pencatatan, kartu ibu, kartu bayi, kartu KIA. 8) Sistem rujukan untuk perawatan komplikasi kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir berjalan dengan baik. d. Hasil yang diharapkan 1) Komplikasi pada masa nifas segera dirujuk untuk penanganan yang tepat. 2) Mendorong pemberian ASI eksklusif. 3) Mendorong penggunaan cara tradisional yang berguna dan menganjurkan untuk menghindari kebiasaan yang merugikan. 4) Menurunkan kejadian infeksi pada ibu dan bayi. 5) Masyarakat semakin menyadari pentingnya jaraknya kelahiran. 6) Meningkatkan imunisasi pada bayi. e. Manfaat konseling masa nifas 1) Masa nifas merupakan kesempatan baik untuk memberikan penyuluhan KB / penjarangan kelahiran, tetapi hal ini harus disampaikan dengan hati-hati, ramah dan peka terhadap adat istiadat. 2) Ibu dan bayi dalam masa nifas mudah terinfeksi , karena itu kebersihan diri, makanan bergizi dan istirahat cukup sangatlah penting. 3) Kelainan yang memerlukan rujukan harus mendapat perhatian dengan cepat dan tepat. 4) Kesehatan generasi berikut dimulai dengan perawatan yang baik bagi anak perempuan sejak bayi. 5) Kelemahan pada massa nifas merupakan gejala anemia. f. Prinsip Kunjungan Rumah Masa Nifas. 1) Memiliki data jumlah ibu nifas 2) Pemantauan dilakukan minimal pada 6 jam pertama, harike 2, harike 6, 2 minggu dan 6 minggu. 3) Memberikan asuhan postpartum sesuai dengan standar. 4) Kaji permasalahan yang dihadapi oleh ibu. 5) Asuhan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ibu. 6) Berbicara dengan bayi dan bereaksi dengan sabar ketika menangis. 7) Perlu melibatkan keluarga untuk : memberikan perhatian penuh baik verbal maupun nonverbal , siap siaga dan memberikan dukungan dalam beradaptasi dengan situasi baru. 8) Memantau status mental ibu dan sikap terhadap bayinya, suami, dan anak-anaknya. 9) Memberikan pendidikan kesehatan mengenai : gizi, kebersihan diri, pemberian ASI, senam nifas, serta tanda bahaya masa nifas. 10) Sebelum hari ke 10 bidan menindaklanjuti kesiapan pasangan untuk menggunakan kontrasepsi 11) Mendorong pasangan untuk berpikir positif tentang rencana kehamilan berikutnya. 12) Membantu pasangan untuk memilih jenis kontrasepsi sesuai dengan kondisi. 13) Mendorong pasangan untuk membicarakan awal hubungan seks. 14) Bidan juga perlu mengobservasi reaksi anggota keluarga lainnya. 15) Siapkan waktu agar dapat mengekspresikan perasaannya, kecemasan terhadap bayinya, anak-anak lainnya dan hubungan antar mereka. 16) Bidan mendengarkan, memberikan dorongan terus menerus, dan memberikan dukungan ekstra kepada ibu yang kurang mendapat dukungan dari keluarga. 2. Jadwal Kunjungan Rumah Kunjungan dilakukan paling sedikit 4 kali selama ibu dalam masa nifas. Kegiatan yang dilakukan selama kunjungan meliputi pencegahan, pendeteksian, dan penanganan masalah yang terjadi pada masa nifas. a. Kunjungan ke I 1) Dilakukan pada 6-8 jam setelah ibu melahirkan. 2) Cegah dan deteksi adanya perdarahan. 3) Lakukan konseling untuk mencegah perdarahan. 4) Lakukan hubungan antara ibu dan bayi, motivasi Inisiasi Dini serta jaga bayi dari keadaan hipotermi; b. Kunjungan ke II 1) Kunjungan ke dua pada ibu nifas dilakukan enam hari setelah persalinan. 2) Bertujuan untuk memastikan involusi berjalan normal, tanda-tanda infeksi dan perdarahan. 3) Nutrisi dan istirahat adequate. 4) ASI optimal; bidan mendorong pasien untuk memberikan ASI secara ekslusif, cara menyatukan mulut bayi dengan puting susu, merubah-rubah posisi, mengetahui cara memeras ASI dengan tangan seperlunya, atau dengan metode-metode untuk mencegah nyeri puting dan perawatan puting. 5) Perdarahan; bidan mengkaji warna dan jumlah perdarahan, adakah tanda-tanda yang berlebihan, yaitu nadi cepat, suhu naik dan uterus tidak keras. Kaji pasien apakah bisa masase uterus dan ajari pasien bagaimana caranya masase uterus yang benar agar uterus dapat mengeras. Periksa pembalut untuk memastikan tidak ada darah berlebihan. 6) Involusi uterus; bidan mengkaji invoolusi uterus dan beri pasien penjelasan mengenai involusi uterus. 7) Pembahasan tentang kelahiran; kaji perasaan ibu dan adakah pertanyaan tentang proses tersebut. 8) Bidan mendorong ibu untuk memperkuat ikatan batin antara ibu dan bayi (keluarga), pentingnya sentuhan fisik, komunikasi dan rangsangan. 9) Bidan memberi pengetahuan mengenai tanda-tanda bahaya baik bagi ibu maupun bayi dan rencana menghadapi keadaan darurat. c. Kunjungan ke III 1) Dilakukan dua minggu setelah ibu melahirkan. 2) Mengevaluasi perjalanan postpartum, kesejahteraan ibu dan bayi. 3) Mengevaluasi kemajuan psikologis ibu terhadap peran baru dan pengalaman persalinan. 4) Eratkan hubungan saling percaya dan konseling sesuai kebutuhan. d. Kunjungan ke IV 1) Kunjungan akhir pada ibu nifas, dilakukan pada minggu ke enam setelah ibu melahirkan. 2) Melakukan evaluasi normalitas puerperium. 3) Identifikasi kebutuhan ibu terutama mengenai kontrasepsi. 4) Keterampilan membesarkan dan membina anak. 5) Rencana untuk asuhan selanjutnya bagi ibu. 6) Pengetahuan tentang gizi terutama untuk anak. 7) Rencana untuk pemeriksaan ulang bayi serta imunisasi 3. Manajemen Asuhan Postpartum di Komunitas a. Pengkajian 1) Data yang harus dieksplorasi adalah riwayat kesehatan lengkap serta pemeriksaan fisik dan panggul 2) Pemenuhan kebutuhan seksual 3) Fungsi bowel dan fungsi perkemihan 4) Metode KB yang diinginkan 5) dan lain-lain l b. Perencanaan 1) Perencanaan digunakan sebagai acuan untuk melakukan implementasi dan evaluasi 2) Dibuat berdasarkan masalah yang aktual, dapat diukur dan sesuai dengan kebutuhan. c. Pelaksanaan Tindakan/perlakuan yang dilakukan pada ibu nifas sesuai dengan yang direncanakan berdasarkan pada hasil pengkajian. d. Evaluasi Langkah akhir untuk melihat keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan dan untuk menilai status kesejahteraan ibu nifas dan bayi. Hal yang perlu diperhatikan adalah memberikan asuhan yang bersifat komprehensif dengan memadukan antara kebutuhan ibu, keluarga, masyarakat dan program pemerintah. 4. Kelompok Postpartum ( postpartum group ) Adalah salah satu bentuk kelompok atau organisasi kecil dari ibu nifas. Bertujuan untuk mendeteksi, mencegah, dan mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul masa nifas. Ibu nifas sering mengalami gangguan psikologi yang dikenal dengan postpartum blues. Dalam kelompok ini para ibu nifas bisa saling berkeluh kesah dan mendiskusikan pengalaman melahirkannya, perasaannya saat ini dan bagaimana cara menghadapi masa nifas. a. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan bersamaan dengan kunjungan pada ibu nifas dan neonatus. Data yang dibutuhkan antara lain : jumlah ibu nifas; kebiasaan atau tradisi setempat; permasalahan pada masa nifas; sumber daya masyarakat; dan penentu kebijakan. b. Mengatur Strategi Pendekatan dengan keluarga ibu, tomas, togam, kepala desa dan kader sebagai pengambil keputusan dan penentu kebijakan sangat diperlukan untuk mewujudkan suatu kelompok ibu nifas. c. Perencanaan. Buat usulan atau proposal yang didalamnya memuat tentang latar belakang dan tujuan dari pembentukan kelompok. Perencanaan meliputi kegiatan yang akan dilakukan, tempat dan waktu, anggaran, serta peserta. d. Pelaksanaan. Jadikan contoh (Role Model) orang sebagai penentu kebijakan dan lakukan diskusi untuk membentuk susunan organisasi. Bidan bisa sebagai narasumber, kemudian buat rencana tindak lanjut. e. Evaluasi. Dilakukan pada akhir masa nifas, setelah kunjungan ke-4. Pastikan bahwa tujuan akhir dari pembentukan kelompok benar-benar tercapai, ibu dan bayi sehat, serta nifas berjalan normal. D. Asuhan Bayi Baru Lahir dan Neonatal 1. Standar Pelayanan Minimal a. Standar Peralatan 1) Lampu 60 watt dengan jarak 60 cm 2) Alat resusitasi bayi baru lahir 3) Air bersih, sabun dan handuk bersih dan kering 4) Sarung tangan bersih 5) Kain bersih dan hangat 6) Stetoskop 7) Stop watch atau jam dengan jarum detik 8) Termometer 9) Timbangan bayi 10) meadline 11) Alat suntik sekali pakai (disposible syringe) ukuran 1 ml/cc 12) Vitamin K1 (phytomenadione) ampul 13) Salep mata Oxytetrasiklin 1% 14) Vaksin Hepatitis B (HB) 0 b. Form pencatatan (Buku KIA, Formulir BBL, Formulir register kohort bayi) 2. Standar Tempat Persiapan yang diperlukan untuk tempat resusitasi : a. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. b. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja, didepan atau di atas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin (jendela atau pintu yang terbuka) 3. Standar Pelayanan Bayi Baru Lahir dan Neonatus a. Standar 13 (Perawatan Bayi Baru Lahir) Bidan memeriksa dan menilai bayi baru lahir untuk memastikan pernafasan spontan, mencegah hipoksia sekunder, menentukan kelainan, dan melakukan tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah atau menangani hipotermia. b. Standar 14 (penanganan pada 2 jam pertama setelah persalinan) Bidan melakukan pemantauan ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam 2 jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang diperlukan. Di samping itu, bidan memberi penjelasan tentang hal-hal yang mempercepat pemulihan kesehatan ibu,dan membantu ibu untuk memulai pemberian ASI. 4. Jadwal Kunjungan Kunjungan neonatus bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin komplikasi yang terjadi pada bayi sehingga dapat segera ditangani dan bila tidak dapat ditangani maka dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan yang optimal. Jadwal kunjungan neonatus atau bayi baru lahir antara lain: 1) Kunjungan I Dilakukan pada 6 jam pertama setelah persalinan : a. Menjaga agar bayi tetap hangat dan kering. b. Tanda-tanda pernapasan, denyut jantung dan suhu badan penting untuk diawasi selama 6 jam pertama. c. Menjaga tali pusat agar tetap bersih dan kering d. Pemberian ASI awal 2) Kunjungan II Pada hari ke-3 setelah persalinan : a. Menanyakan pada ibu mengenai keadaan bayi b. Menanyakan bagaimana bayi menyusui c. Memeriksa apakah bayi terlihat kuning (ikterus) d. Memeriksa apakah ada nanah pada pusat bayi dan apakah baunya busuk 3) Kunjungan III Pada minggu ke-2 setelah persalinan : a. Tali pusat biasanya sudah lepas pada kunjungan 2 minggu pasca salin b. Memastikan apakah bayi mendapatkan ASI yang cukup c. Bayi harus mendapatkan imunisasi 4) Kunjungan IV Pada 6 minggu setelah kelahiran : a. Memastikan bahwa laktasi berjalan baik dan berat badan bayi meningkat b. Melihat hubungan antara ibu dan bayi E. Asuhan Bayi dan Balita 1. Standar Pelayanan Minimal Alat, tempat, standar pelayanan bayi dan balita a. Standar tempat pelayanan 1) Mempunyai lokasi tersendiri yang telah disetujui oleh pemerintah daerah setempat (tata kota), tidak berbaur dengan kegiatan umum lainnya seperti pusat perbelanjaan, tempat hiburan, sejenisnya. 2) Tidak berdekatan dengan lokasi bentuk pelayanan sejenisnya dan juga agar sesuai dengan fungsi sosialnya yang salah satu fungsinya adalah mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. b. Standar tata ruang 1) Setiap ruang periksa mempunyai ruangan yang luas 2x3 meter. 2) Setiap bangunan pelayanan, minimal mempunyai ruang periksa, ruang administrasi/kegiatan lain sesuai kebutuhan, ruang tunggu dan kamar mandi/WC, masing-masing 1 buah. 3) Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan. Lebih bagus jika tersedia ruangan khusus rooming in/rawat gabung dan ruang laktasi. c. Standar Peralatan 1) Peralatan tidak steril - Stetoskop - Timbangan bayi, Pengukur panjang bayi - Termometer - Oksigen dalam regulator - Penghisap lendir - Ambubag (bayi) - Lampu sorot - Penghitung Nadi - Sterilisator - Bak Instrumen dan tutup - Metlin (lila) - Sarung tangan - Celemek - Masker - Sarung kaki plastic (penolong) - Pengaman mata - Tempat kain kotor - Tempat sampah - Tempat plasenta - Gunting (biasa,perban) - Suction - Handuk 2) Peralatan Steril - Klem - ½ Kocher - Korentang - Gunting tali pusat - Gunting benang - Benang dan jarum - Penghisap lendir - Pinset (anatomis,ciruge) - Pengikat tali pusat - Handscoon - Doek steril - Peralatan habis pakai - Kapas - Kain kasa - Plester - Handuk d. Standar pelayanan bayi dan balita Standar 15 : Pelayanan Bagi Ibu dan Bayi Pada Masa Nifas Tujuannya adalah memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi sampai 42 hari setelah persalinan dan memberikan penyuluhan ASI eksklusif. 2. Jadwal Kunjungan Bayi dan Balita a. Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi : 1) Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari-2 bulan 2) Kunjungan bayi satu kali pada umur 3-5 bulan 3) Kunjungan bayi satu kali pada umur 6-8 bulan 4) Kunjungan bayi satu kali pada umur 9-11 bulan b. Pelaksanaan pelayanan kesehatan balita : 1) Anak berumur sampai 5 bulan diperiksa setiap bulan 2) pemeriksaan dilakukan setiap 2 bulan sampai anak berumur 12 bulan 3) Pemeriksaan dilakukan setiap 6 bulan sampai anak berumur 24 bulan 4) Permeriksaan dilakukan satu kali dalam satu tahun c. Kegiatan yang dilakukan pada kunjungan balita : 1) Pemeriksaan fisik anak dilakukan termasuk penimbangan berat badan 2) Penyuluhan atau nasihat pada ibu tentang pemeliharaan kesehatan anak dan perbaikan gizi serta hubungan psikososial antar anak, ibu, dan keluarga. Ibu diminta memperhatikan tumbuh kembang anak, pola makan, dan tidur serta perkembangan perilaku sosial anak 3) Penjelasan tentang keluarga berencana untuk mengatur jarak kehamilan d. Jenis-jenis pelayanan pada Balita 1) Buku KIA/KMS • Sebagai media edukasi bagi orang tua belita tentang kesehatan anak • Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi. 2) Vitamin A 2 Kali Setahun Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain. Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh departemen kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan februari dan agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80% dari seluruh balita. Kapsul vitamin A biru (100.000 IU) diberikan pada bayi berusia 6-11 bulansatu kali dalam satu tahun. Kapsul vitamin A merah (200.000) diberikan kepada Balita kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia (mata kering). Hal ini dapat terjadi karena sarapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening (korneamata). Balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah ke bawah. 3) Pelayanan MTBS MTBS adalah suatu pendekatan yang terintegrasi atau terpatu dalam tatalaksana Balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditunjukan untuk menurunkan angka kesakitan dankematian sekaligus meningkatkan pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringan termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dan lain-lain). Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balitadi indonesia. 4) SDIDTK (Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang a) Pengertian SDIDTK (Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang) adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang padamasa 5tahun pertama kehidupan. Diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga, masyarakat dengan tenaga professional (kesehatan, pendidikan dan sosial). b) Sasaran • Sasaran langsung Semua anak umur 0 sampai 6 tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas • Sasaran tidak langsung - Tenaga kesehatan yang bekerja di lini terdepan (dokter, bidan perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat, dan sebagainya). - Tenaga pendidik, petugas lapangan KB, petugas sosial yang terkait dengan pembinaan tumbuh kembang anak. - Petugas sektor swasta dan profesi lainnya. F. Pelayanan Lanjut usia Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Reproduksi Di Masyarakat 1. Pengertian Usia Lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun ke atas. 2. Sasaran langsung : a. Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun) b. Kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas) c. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas) 3. Pelaksanaan a. Bagi petugas kesehatan 1) Upaya promotif Upaya petugas kesehatan untuk mengarahkan semangat hidup usia lanjut, agar merasa tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. 2) Upaya preventif Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses ketuaan. 3) Upaya kuratif Upaya pengobatan bagi usia lanjut dimana penanggulangannya perlu melibatkan banyak multi disiplin ilmu kedokteran. 4) Upaya rehabilitatif Upaya untuk mengembalikan fungsi organ tubuh yang telah menurun. b. Bagi usia lanjut sendiri Kesadaran akan pentingnya kesehatan bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas agar selama mungkin tetap mandiri dan berdaya guna. 1) Kelompok pra usia lanjut (45-50 tahun) memerlukan informasi : a) Akibat proses penuaan b) Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala c) Pentingnya melakukan latihan kebugaran jasmani d) Pentingnya melakukan diet dengan menu yang seimbang e) Pentingnya meningkatnya kegiatan sosial di masyarakat 2) Kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas) memerlukan informasi : a) Pemeriksaan kesehatan secara berkala b) Kegiatan olahraga c) Pola makan seimbang d) Perlu alat bantu sesuai kebutuhan e) Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuan 3) Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi memerlukan informasi : a) Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktifitas didalam rumah maupun di luar rumah b) Pemeriksaan kesehatan berkala c) Latihan kebugaran jasmani d) Pemakaian alat bantu, sesuai kebutuhan e) Perawatan fisioterapi 4) Bagi keluarga dan lingkungannya: a) Usaha pencegahan harus dimulai di dalam RT b) Membimbing dalam ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa c) Melatih berkarya dan bersemangat agar hari tuanya mempunyai hobi yang manfaatnya bisa dikembangkan. d) Memberikan lingkungan yang memungkinkan usia lanjut mengembangkan hobinya e) Menghargai, kasih sayang terhadap anggota keluarga yang berusia lanjut. DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, S. 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu. Depkes RI. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta JNPK-KR Depkes RI. Depkes RI. 2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta : Depkes RI. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2004. Buku Pemantauan Kesehatan Pribadi Lanjut Usia. Bandung : Dinkes Propinsi Jawa Barat. Pengurus Pusat IBI. 2006. Kompetensi Bidan Indonesia. Jakarta : PP IBI Pengurus Pusat IBI. 2014. Petunjuk Teknis Program Bidan Delima Tingkat Cabang. Jakarta : PP IBI. Pudiastuti, R.D. 2011. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Nuha Medika. PP.IBI. Bidan menyongsong Masa Depan, Jakarta. YPKP. 2015. Perspektif Gender dan HAM Dalam Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta : YPKP
Add Comment lentera pena

Translate

Blog Archive